Kecerdasan anak tak sebatas kecerdasan matematika dan logika. Ada banyak kecerdasan lain yang bisa dikembangkan.
Rina merasa minder ketika harus ngobrol soal prestasi anak di sekolah. Ia merasa anaknya, Dody kurang pintar dibanding teman-temannya. Nilai pelajaran matematika Dody memang kurang bagus. Sementara teman-teman Dody nilainya relatif bagus. Meskipun nilai lain seperti bahasa atau olahraga bagus, Rina tetap merasa Dody kurang pintar, karena nilai matematikanya tidak sebaik teman-temannya.
Orangtua yang berpikiran seperti Rina memang masih cukup banyak. Menilai kepintaran anak hanya dari pelajaran matematika memang masih banyak menjadi patokan orangtua. Bila pintar matematika, berarti anak tersebut pintar. Tapi bila kemampuan atau nilai matematikanya kurang baik, berarti anak tersebut kurang pintar.
Anggapan seperti itu tentu saja salah kaprah. Anak yang pintar matematika belum tentu pintar segalanya. Begitu pun sebaliknya, anak yang kurang pintar matematika juga bukan berarti bodoh. Masing-masing orang dibekali kecerdasan yang berbeda-beda. Hal itulah yang membuat dunia jadi beragam dan terasa indah. Bayangkan jika semua orang cerdas secara matematika dan logika, tapi tidak ada yang cerdas kinestetis. Siapa yang akan menghibur orang dengan permainan sepakbola yang bisa membuat jantung berdebar sambil berdecak kagum melihat gaya pemain saat menggiring bola?
Jadi kecerdasan apa pun yang dimiliki si kecil, orangtua tetap harus bersyukur dan mengasahnya. Menurut Kak Seto, kecerdasan anak tidak bisa hanya diukur dari kepintaran anak dalam mengusai matematika.”Kepintaran bukan hanya matematika, tapi juga membaca puisi, menari, mengaji dan lainnya. Semua itu bentuk kecerdasan,” tegasnya.
Oleh karena itu, tak benar bila orangtua memaksa anaknya untuk pintar matematika, tapi mengabaikan kecerdasan lainnya. Apalagi bila sampai si kecil dimarahi karena ia tak pintar pelajaran matematika, jelas hal itu salah kaprah. Tugas orangtua adalah mengenal bakat dan potensi anak dan membimbing agar potensi tersebut terasah dengan baik.
Masih menurut Kak Seto, bila orangtua memaksa anaknya untuk cerdas matematika atau bahasa Inggris agar sukses di masa depan, justru bisa membahayakan si anak sendiri. ‘Kasihan mereka, itu akan membuat anak menjadi robot,” tambahnya. Oleh sebab itu, jangan memaksa si kecil untuk menjadi cerdas di satu bidang, padahal dia sendiri tidak berminat dan berbakat. Bila si kecil sampai stres karena paksaan oarng tua, justru si anak sendiri—dan tentu saja orangtua—yang akan rugi.
Sumber: www.morinagaplatinum.com
0 comments:
Posting Komentar